WHO: Kecanduan Game Kini Jadi Gangguan Kesehatan Mental

April 04, 2019 | Helmi

World Health Organization (WHO) atau Badan Kesehatan Dunia menyebut bahwa bermain game secara kompulsif kini telah memenuhi syarat sebagai kondisi gangguan kesehatan mental baru.

Dalam revisinya terhadap manual klasifikasi penyakit internasional, badan kesehatan PBB mengatakan bahwa mengklasifikasikan “Gaming Disorder” sebagai kondisi terpisah yang akan melayani kesehatan publik bagi negara-negara di bawah naungan PBB agar lebih siap mengidentifikasi isu satu ini.

Dr Shekhar Saxena, director of WHO’s department of mental health, mengatakan bahwa WHO menerima proposal bahwa Gaming Disorder harus didaftarkan sebagai masalah baru berdasarkan temuan bukti ilmiah, selain kebutuhan dan permintaan untuk perawatan dari berbagai belahan dunia.

Sambutan baik juga mengiringi langkah tersebut, dengan mengatakan bahwa sangat penting untuk mengidentifikasi kecanduan pada game dengan cepat karena biasanya menyerang remaja yang tidak bisa mencari bantuan sendiri.

“Kami menjumpai orang tua yang putus asa, bukan hanya karena mereka melihat anak mereka putus sekolah, tetapi karena mereka melihat seluruh struktur keluarha berantakan,” kata Dr. Henrietta Bowden-Jones, seorang juru bicara kecanduan perilaku di Royal College of Psychiatrsts Inggris.

YesDok Ads

Bowden-Jones mengatakan bahwa kecanduan game biasanya lebih baik diobati dengan terapi psikologis tetapi beberapa obat mungkin juga bisa menjadi solusi.

Namun juga ada yang tidak setuju akan keputusan ini dan mengklaim bahwa langkah semacam itu dapat berisiko menstigmatisasi pemain game muda. Ketidaksetujuan juga disampaikan Dr. Mark Griffiths yang telah meneliti konsep Gaming Disorder selama tiga dekade terakhir.

“Video game seperti jenis perjudian non-finansial dari sudut pandang psikologis. Penjudi menggunakan uang sebagai cara menjaga skor, sedangkan gamer penggunakan poin,” ujar Griffiths.

Griffiths memperkirakan bahwa presentase pemain game dengan masalah kompulsif sangat kecil – jauh lebih kecil dari 1 persen – dan bahwa banyak orang seperti itu yang mungkin memiliki masalah mendasar lain, seperti depresi, gangguan bipolar atau autisme.

YesDok Ads

Tag Terkait