Individu yang menerapkan gaya hidup sehat mungkin lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami gejala COVID-19 yang berkepanjangan, atau dikenal sebagai long COVID, berdasarkan temuan dari sebuah studi baru yang dipublikasikan di JAMA Internal Medicine. Apakah benar ada kaitan gaya hidup sehat untuk menurunkan risiko long covid?

Sebuah studi baru menemukan bahwa wanita dan mereka yang memiliki indeks massa tubuh yang tinggi, mungkin berisiko lebih tinggi dengan kondisi long COVID. Studi ini diterbitkan di PLOS Global Public Health, tim peneliti melakukan survei untuk "mencirikan beban dan prediktor" untuk long COVID.

Dalam kasus yang kerap kita temui, gejala COVID-19 hanya berlangsung sekitar 2 minggu dan salah satu dari gejalanya dapat berupa kelelahan kronis. Namun bagi beberapa orang, dampak dari COVID-19 bisa berlangsung dalam jangka waktu yang lama hingga memicu berbagai gangguan kesehatan secara fisik maupun mental untuk beberapa bulan. 

Sebuah analisis skala besar baru telah menambahkan kerontokan rambut dan menurunnya libido ke daftar gejala baru long COVID-19.

Para ahli medis telah mengidentifikasi enam kelompok orang yang mungkin paling berisiko mengembangkan sindrom pasca-COVID atau long COVID-19.

Penelitian baru dari University of Cambridge telah menemukan bahwa 7 dari 10 pasien long COVID menderita masalah konsentrasi dan memori beberapa bulan setelah mereka terpapar COVID-19. 

Dalam sebuah laporan yang diterbitkan dalam Journal for Nurse Practitioners, para peneliti mengatakan bahwa obat anti alergi, antihistamin dapat memberikan bantuan bagi orang-orang yang berjuang dengan efek jangka panjang dari infeksi COVID-19.

Orang yang terinfeksi long COVID-19 memiliki risiko lebih besar terkena diabetes tipe 2, dibanding mereka yang tidak tertular virus corona baru, kata para peneliti dalam sebuah studi baru.

Olahraga teratur dapat membantu meringankan gejala depresi dan diabetes yang terkait dengan long COVID.

Penelitian baru dari University of Cambridge menemukan bahwa, 7 dari 10 pasien yang menderita long COVID berpotensi memiliki masalah konsentrasi dan memori beberapa bulan setelah terpapar virus corona.

Sebuah penelitian baru menemukan bahwa satu dari empat anak yang pernah terpapar COVID mengalami gejala yang berkepanjangan atau long COVID.

Sebuah tinjauan cepat yang digagas oleh UK Health Security Agency mengungkapkan, orang-orang yang telah divaksinasi lebih kecil kemungkinannya untuk mengembangkan gejala long COVID-19, bahkan jika mereka tertular virus.

Pandemi Covid-19 memang  menyulitkan kita semua. Bahkan bagi yang terkena infeksi virus ini dapat memengaruhi banyak organ lewat berbagai gejala.

Dengan meningkatnya kasus aktif COVID-19 di Indonesia beberapa hari terakhir ini, kita seolah diingatkan kembali akan potensi bahaya yang dijinjing oleh COVID-19. Tak hanya menyerang saluran pernapasan, COVID-19 juga berpotensi mengakibatkan post-COVID syndrome pada penderitanya.

Gejala seperti batuk dan kesulitan bernapas dapat membuat COVID-19 tampak seperti penyakit paru-paru.

Banyak orang yang sepenuhnya dari COVID-19 setelah mengatasi infeksi, beberapa lainnya memiliki gejala yang terus berlanjut setelah berjuang melawan penyakit tersebut. 

Situasi COVID-19 mungkin telah membaik secara drastis dalam beberapa bulan terakhir dibandingkan ketika pandemi dimulai, tetapi beberapa orang masih mengalami berbagai gejala atau disebut long COVID. 

Long Covid-19 merupakan gejala virus corona pada pasien yang bertahan dalam waktu lama. Adapun gejala umum Long Covid-19 berupa masalah tidur, kelelahan terus menerus, kabut otak, sesak nafas, sakit kepala hingga tanpa gejala. Tapi baru-baru ini muncul informasi bahwa Long Covid-19 bisa menyebabkan menopause pada wanita. Benarkah demikian?

Seperti yang telah kita ketahui bersama, para peneliti telah menemukan bahwa usia yang lebih tua adalah faktor risiko terbesar untuk mengembangkan penyakit parah akibat COVID-19.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kebanyakan kasus infeksi Covid-19 akan pulih dan kembali sehat dalam jangka waktu beberapa minggu.