Kualitas Udara dalam Ruangan Bisa Kurangi Risiko Covid-19 di Sekolah

September 26, 2021 | Iman

Ruangan sekolah

Setelah kurang lebih 1,5 tahun pembelajaran jarak jauh diberlakukan di hampir seluruh daerah di Indonesia, kini pembelajaran tatap muka (PTM) mulai diterapkan kembali. Pembukaan sekolah ini pun menimbulkan kekhawatiran mengenai keamanan para murid dikarenakan sejumlah penemuan klaster penularan di sekolah selama PTM berlangsung.

PTM terbatas merupakan upaya menyelamatkan anak-anak Indonesia dari risiko dampak negatif Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) secara berkepanjangan. Jika tak segera menerapkan PTM terbatas, generasi ini dikhawatirkan akan sangat sulit untuk mengejar ketertinggalan ke depannya.

PJJ yang berkepanjangan bisa berdampak besar dan permanen terhadap para pelajar di Indonesia. Adapun, sejumlah dampak yang sangat diantisipasi, di antaranya putus sekolah, penurunan capaian pembelajaran, dan kesehatan mental serta psikis anak-anak.

Para peneliti sebelumnya telah melaporkan bahwa ruangan kelas dengan ventilasi udara yang buruk menjadi salah satu sumber penyebaran virus yang sangat cepat, sehingga diperlukan ventilasi dan pengukuran kualitas udara yang baik sebagai langkah pencegahan. Berbagai studi juga membuktikan pentingnya manajemen kualitas udara untuk memastikan lingkungan belajar yang lebih aman bagi para murid. 

Peneliti kualitas udara terkemuka dunia sekaligus penulis The Lancet Report on Airborne Transmission of SARS CoV-2 dan laporan Exhaled CO2 as a COVID-19 Infection Risk Proxy, Profesor Jose-Luis Jimenez menjelaskan, berbagai studi menunjukkan peran penting mitigasi risiko berlapis, atau dikenal dengan istilah Swiss Cheese Model, dalam menurunkan risiko penularan Covid-19 secara signifikan di berbagai sekolah di belahan dunia.

YesDok Ads

“Manajemen kualitas udara dalam ruangan termasuk pengukuran kadar CO2, ventilasi udara, serta air filtration merupakan komponen kunci dalam menurunkan risiko penularan, sehingga meningkatkan keamanan anak-anak kita bersekolah tatap muka di tengah periode new normal,” ucap Prof Jimenez.

Ia menuturkan, pendekatan Swiss Cheese Model menekankan tidak adanya solusi tunggal yang dapat secara efektif memerangi penularan virus yang menyerang saluran pernafasan seseorang. Untuk itu, diperlukan strategi mitigasi yang berlapis-lapis. 

Dalam Swiss Cheese model, ventilasi dan penyaringan udara menjadi kunci untuk memitigasi risiko penularan virus, dikombinasikan dengan upaya-upaya pencegahan individu seperti memakai masker dan mencuci tangan.

(Foto : pixabay)

YesDok Ads