Kenali Weaning Depression, Depresi Pasca Menyapih Anak

September 26, 2021 | Aqiyu

Weaning Depression

Bayi baru lahir hingga usia dua tahun disarankan untuk mendapatkan ASI eksklusif. Selain untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, proses menyusui juga dapat membangun kedekatan antara ibu dan anak. Menyusui sendiri adalah tantangan bagi ibu karena prosesnya tidak mudah.

Setelah dua tahun menyusui, anak akan masuk dalam tahap penyapihan. Menyapih adalah menghentikan bayi menyusu dari payudara. Dimana momen menyapih sangat membuat ibu terharu hingga sedih. Bahkan banyak ibu yang mengalami emosi tidak stabil akibat tekanan psikologi dan fluktuasi hormon. Hal ini lah yang membuat ibu dapat mengalami weaning depression atau depresi setelah menyapih anak.

Weaning depression disebabkan oleh perubahan hormon. Dimana selama proses menyusui hormon oksitosin yang memberikan efek bahagia meningkat. Begitu juga pada hormon prolaktin yang memberikan rasa tenang pun turut bertambah. Namun saat penyapihan hormon tersebut akan menurun. Akibatnya, setelah penyapihan ibu akan merasa kehilangan, kecemasan dan sedih.

Gejala depresi pasca menyapih anak ini ditandai sebagai berikut seperti dilansir Very well family:

YesDok Ads

  • Gelisah
  • Suasana hati gampang berubah
  • Mudah marah, sedih dan sensitive
  • Mengalami depresi
  • Memiliki perasaan bersalah

Untuk mencegah terjadinya weaning depression, Anda dapat melakukan beberapa hal agar proses menyapih berjalan lancar. Mulailah dengan menyapih si kecil secara perlahan dan bertahap dengan mengurangi jadwal menyusu. Dengan cara ini diharapkan si kecil dapat beradaptasi dengan rutinitas baru tanpa menyusu.

Anda juga dapat mulai mengajarkan si kecil untuk minum dengan gelas. Meski si kecil belum dapat memahami kondisi ia tidak akan menyusu lagi, tapi tidak ada salahnya jika Anda memberikannya pengertian. Serta alihkan perhatiannya dengan memberikannya camila sehat atau mengajaknya bermain.

Jika depresi setelah menyapih anak ini dirasa mengganggu aktivitas Anda, sebaiknya Anda dapat berkomunikasi dengan pasangan atau keluarga terdekat. Anda pun harus mulai menerima  dan menyadari kondisi saat itu dan tidak menyalahkan diri sendiri. Bila cara tersebut tidak berhasil, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan psikiater.

(Foto: very well family)

YesDok Ads