Kenali dan Deteksi Dini Fibrilasi Atrium dengan Menari

November 03, 2019 | Iman

Fibrilasi atrium (FA) adalah kelainan irama jantung yang ditandai dengan denyut jantung tidak teratur baik cepat maupun lambat. FA juga merupakan penyakit distrik jantung yang sering ditemui bahkan merupakan salah satu penyakit jantung yang paling sering didapatkan di klinik.

Beberapa keadaan dapat menjadi faktor risiko terjadinya FA, yaitu bertambahnya usia, hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung koroner dan faktor genetik. Di Indonesia sendiri diduga ada sekitar 2.2 juta orang yang menderita FA.

Dilaporkan hingga 40% kejadian stroke berhubungan dengan adanya FA, hal ini dapat terjadi karena pada FA terdapat kemudahan untuk terbentuk gumpalan darah di serambi jantung. Bila gumpalan darah tersebut Iepas maka umumnya akan tersangkut di pembuluh otak sehingga menimbulkan sumbatan dan menyebabkan stroke iskemik. Disamping itu FA juga dapat menyebabkan gagal jantung.

Mengingat besarnya prevalensi FA di Indonesia dan tingginya risiko stroke yang akan berdampak luas secara ekonomi dan social maka sangat penting untuk mendeteksi secara dini kejadian FA di masyarakat.

Upaya deteksi FA tersebut tidak akan memberikan hasil yang optimal jika tidak melibatkan peran serta masyarakat, untuk itu diperlukan upaya peningkatan kesadaran masyarakat dan kalangan non-medis lain tentang pentingnya dan risiko FA.

Salah satunya adalah dengan ”MENARI” (Meraba Nadi Sendiri) yang merupakan salah satu cara mudah untuk mengenali Fibrillasi Atrium (FA) serta gangguan irama lainnya yang diharapkan dapat mencegah kelumpuhan akibat FA.

Sangat penting untuk mendeteksi secara dini dengan Menari, Karena terlambatnya deteksi dini Fibrilasi atrium dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi yang fatal serta memerlukan biaya pelayanan kesehatan yang cukup tinggi.

Selain itu fibrilasi atrium juga dapat meningkatkan resiko terjadinya kematian jantung mendadak pada penderita sakit jantung.

FA merupakan kelainan irama jantung berupa detak jantung yang tidak regular sering dijumpai pada populasi di dunia dan di Indonesia, perlu diwaspadai karena penderita FA memiliki risiko 5 kali lebih tinggi untuk mengalami stroke dibandingkan orang tanpa FA. Kelumpuhan merupakan bentuk kecacatan yang sering dijumpai pada kasus stroke dengan FA.

Di Indonesia, banyak insiden kelumpuhan akibat FA terjadi pada usia produktif, yaitu di bawah usia 60 tahun. Kelumpuhan yang diderita pasien FA memiliki ciri khusus, seperti memiliki tingkat keparahan yang tinggi, bersifat lama dan sering berulang (relapse).

Sementara itu, saat ini terdapat 3 teknik yang dapat dilakukan untuk pengobatan FA, yaitu teknik Ablasi kateter, melakukan pemasangan alat LAA Closure, serta pemakaian Obat Antikoagulan Oral Baru (OKB). Selain lebih efektif, OKB diyakini dapat mengatasi permasalahan risiko perdarahan, reaksi silang antar obat.

(Foto : pennmedicine)

YesDok Ads